Cerpen"Kemerdekaan" karya Putu Wijaya ini mengisahkan tentang juragan burung, yang justru ingin memerdekakan burungnya dengan cara melepaskannya dari sangkar. Akan tetapi, Perkutut itu menolak, karena merasa tidak dimerdekakan, melainkan dibunuh. Prasangka tersebut timbul karena burung itu tidak terbiasa hidup di luar sangkar.
Ya, aku janji. Selamat malam dan semoga mimpi indah," Aril pun mengakhiri telponnya. Dalam keheningan malam ini tiba-tiba aku merasakan kesendirian yang menyakitkan. Sepi dan kesendirian dalam rengkuhan angan-angan rindu yang menjamah jiwa dan kini telah menjadi titik-titik harapan. Mentari hari ini redup seredup hatiku.
Cerpen"Zina" ditulis Putu Wijaya untuk dipersembahkan kepada A. Mustafa Bisri. Cerpen ini kemudian dikumpulkan oleh A. Mustafa Bisri bersama sembilan belas cerpen lainnya, dari sembilan belas pengarang yang berbeda. Lalu, dijadikan antologi. Antologi itu diberi judul Cerita-cerita Pengantin, diterbitkan oleh Penerbit Galang Press Yogyakarta.
Vay Tiền Trả Góp 24 Tháng. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Putu Wijaya sudah tidak diragukan lagi dalam kazanah kesusastraan Indonesia. Karyanya banyak berkontribusi dalam bidang sastra. Puluhan novel, ribuan cerpen, dan esai sudah ia tulis mengisi ruang intelejensi. Putu Wijaya begitu getol dalam menulis, seakan tidak pernah kehabisan bensin. Tidak hanya piawai menulis, beliau juga begitu pandai melontarkan kritik. Hampir semua karya-karyanya berisi pesan sarat makna mengenai fenomena yang terjadi. Di usia senjanya kini, Putu masih tetap menulis. Produktivitas beliau tidak surut meski dalam kondisi sekian banyak karya Putu Wijaya, cerpennya yang berjudul Valentine dan Mayat menarik untuk dibaca. Karya Putu identik dengan kritik dan satir, serta memiliki corak “arus kesadaran” dan “absurd”. Bukan cerita yang jadi poin utama dalam setiap karya Putu, melainkan pesan yang hendak disampaikan. Cerita dalam karya Putu bisa dikatakan hanya sebagai perantara pesan moral tersebut. Cerpen Valentine’ dan Mayat’, selain ceritanya menarik, unsur pesannya pun begitu Valentine’ menceritakan seorang Pak Amat yang mengkiritik anaknya yang ikut-ikutan acara valentine. Pak Amat berpikir kalau itu bukan budayanya mereka. Setelahnya, Pak Amat pergi hendak cari makan dan bertemu dengan tukang sate langganannya. Tapi, tukang sate tersebut mengajak Pak Amat ke rumah Yuk Lee yang menggelar acara syukuran. Yuk Lee sendiri adalah seorang keturunan Tionghoa. Tidak terasa, Pak Amat larut dalam acara tersebut. Selain makan puas, Pak Amat pun mendapat amplop yang berisi uang. Setelah di rumah, Pak Amat justru memberi uang kepada anaknya untuk memberli baju untuk acara valentine, tapi semuanya sudah kadung terlambat. Dari ringkasan cerita di atas, terlihat bahwa sifat yang digambarkan pada Pak Amat adalah hipokrit. Pak Amat yang sedari awal mengkritik valentine, yang mengatakan itu bukan budaya mereka, justru malah berpartispasi dalam acara syukurannya Yuk Lee yang notabene seorang Tionghoa. Sikap munafik’ pada tokoh Pak Amat diceritakan dengan menggelitik. Bila dicermati, cerpen tersebut membuka arus kesadaran, bahwa sikap hipokrit itu ada pada setiap individu. Hipokrit juga sekiranya mengandung unsur kebohongan seperti misalnya saat makan dan dibayar oleh teman, tapi kita menolak karena merasa tidak enak. Padahal kalau tidak menolak, uang kita pasti masih utuh. Kadang hipokrit itu justru merugikan kita sendiri. Arus kesadaran terkandung dalam cerpen Valentine’, memperjelas kesadaran bahwa kita pun pernah bersikap seperti tokoh Pak Amat. Walaupun masih dalam skala kecil, tapi sifat dan sikap sepertinya itu memang murni dimiliki setiap orang. Pesannya adalah, boleh-boleh saja berlaku hipokrit, asal tidak ketahuan dan merugikan pihak dalam Karya Putu WijayaCiri Khas Putu Wijaya dalam karya-karyanya salah satunya adalah absurditas. Cerita absurd tergolong sulit diterima akal sehat. Hal-hal di luar nalar manusia kadang menjadi santapan empuk bagi Putu. Boleh dikatakan, lewat keabsurdan itu Putu lebih mudah menyampaikan pesan dalam ceritanya. Sekali lagi, dalam karya Putu, pesan yang utama, cerita nomor sekian. Seperti dalam cerpen berjudul Mayat’ yang memberi kesadaran kepada kita alangkah bijaknya kalau bisa Mayat’ menceritakan mayat yang bangkit dari kubur. Hendak membalaskan dendam kepada orang-orang yang hidup senang dengan memanfaatkannya. Ketika itu juga mayat tersebut datang ke kantor media dan menuliskan uneg-uneg di komputer. Lalu datang penjaga malam yang berjaga menghampiri mayat tersebut. Lalu mereka berdua bercerita tentang masing-masing, dan penjaga malam itu ternyata juga adalah mayat. Tetapi, kondisi penjaga malam itu lebih parah ketimbang mayat yang mengeluh itu. Penjaga malam itu malahan tidak mendapat tempat yang layak, dalam hal ini tidak dikubur sewajarnya. Lain halnya dengan mayat yang sudah dikubur dan mendapat tempat yang layak. Apalagi hal yang tidak bisa diterima mayat itu bahwa ada yang menderita daripadanya? Dari cerpen tersebut, pesan yang ingin disampaikan Putu adalah kita harus beryukur dengan apa yang sudah kita dapatkan. Walaupun dirasakan kurang, tapi ada yang masih berada di bawah kita. Jangan menutup mata dan pikiran akan kebenaran yang terjadi. Dunia bukan ajang untuk memamerkan kegelapan cara pandang. Di atas langit masih ada langit, jadi beryukurlah dengan apa yang sudah dimiliki. Tokoh mayat dijadikan ilustrasi sebagai alusi bahwa hal yang ada saat ini toh tidak dibawa sampai kedua cerpen karya Putu Wijaya ini tidak jauh dari pesan moral kita sebagai makhluk sosial. Manusia dengan individunya yang subjektif, kadang dituntut untuk bersikap objektif. Banyak dari manusia itu sendiri tidak menyadari apa yang telah dijalani, tapi menuntut ke sana ke mari seolah merasa tidak diadili. Begitu pun dengan sifat hipokrit kita yang kerap menimbulkan perselisihan dan beda pendapat. Kadang masalah pribadi dilibatkan ke orang lain seolah tidak ingin sendiri merasakan penderitaan. Cerpen Valentine jelas terlihat sikap Pak Amat yang bisa dibilang menelan ludahnya sendiri. Begitu pun cerpen Mayat yang membuka kesadaran bahwa masih ada yang lebih malang dari adalah makhluk yang tidak pernah puas. Selama masih punya pedal gas, pedal rem pun kadang dilupakan. Dua komponen vital yang mesti bersinergi dan berkesinambungan. Alangkah bijaknya kalau kita sebagai manusia tidak hanya berpikir bagaimana caranya maju, tetapi juga berhati-hati, dan tahu kapan harus berhenti. Lihat Cerpen Selengkapnya
Cerpen Karangan Dhea KartikaKategori Cerpen Remaja Lolos moderasi pada 17 March 2016 Regina Cantika, atau yang biasa dipanggil Gina, merupakan siswi SMP Pelita, salah satu SMP swasta elit di Jakarta. Gina adalah seorang gadis berwajah manis, cukup pintar, dan ramah kepada semua orang. Namun, Gina memiliki satu kekurangan. Ia tidak tahu apa potensinya dan sedikit pemalu. Gina memiliki sahabat yang bernama Chyntia Anastasia. Berkebalikan dengannya, Chyntia selalu yakin atas apa yang ia inginkan dalam hidupnya. Chyntia juga tidak pemalu seperti Gina. Mungkin, ini sebabnya kedua spesies ini awet bersahabat sejak kelas 5 SD. Mereka saling melengkapi satu sama lain. “Ya, anak-anak, hari ini kita membuat puisi, ya. Tema bebas. Nanti, puisinya ibu jadikan buat nilai tugas. Siapkan selembar kertas ulangan,” ujar Bu Pudji, guru Bahasa Indonesia kelas 7-4, kelas Gina dan Chyntia. Perintah dari Bu Pudji itu menimbulkan kasak-kusuk di antara para penghuni kelas 7-4. Cuma satu anak yang tetap tenang si bangkunya. Anak itu adalah Gina. Ia memang terkenal sebagai “Ratu Puisi.” “Pstt… Gin. Bikinin, dong. Mati ide gue. Bu Pudji ada-ada aja, sih. Ngapain coba, nyuruh kita bikin puisi segala? Gak jelas, deh,” keluh Chyntia yang duduk persis di belakang Gina. “Lo kalau mau nulis puisi harus ke luar dari hati. Jangan dari otak lo,” sahut Gina. “Eh, Dodol! Lo enak ngomong gitu! Lo udah biasa bikin beginian. Makanya, Chris suka sama lo,” balas Chyntia, sambil meledek Gina. Wajah Gina memerah mendengar ledekan Chyntia. “Apaan sih, lo?” sahutnya. “Chyntia, Gina, jangan ngobrol. Nanti gak selesai,” tegur Bu Pudji. “Maaf, Bu,” sahut Chyntia dan Gina berbarengan. Mereka langsung fokus pada puisi masing-masing. — KRING!!! Bel istirahat berbunyi nyaring. Bel kali ini seperti nyanyian malaikat yang sangat indah bagi siswa kelas 7-4. Mereka akhirnya bebas dari jam Bahasa Indonesia. Sesuai janjinya, Bu Pudji mengumpulkan puisi-puisi mereka untuk dijadikan nilai tugas. “Ginaaaaaa!! Temenin ke kantinnnn!!” seru Chyntia memanggil Gina. Gina, yang memang sudah terbiasa dengan sikap heboh Chyntia, hanya mengangguk mengiyakan. “Hai, Gin,” sapa Chris pada Gina, sekembalinya ia dan Chyntia dari kantin. Gina hanya menanggapi dengan senyum. Menurut kabar yang beredar, Chris yang bernama lengkap Christian Marcelino itu sebetulnya udah lama naksir Gina. Tapi, dia malu buat PDKT. “Gina doang, nih, yang disapa? Gue enggak?” kata Chyntia sambil memasang muka sedih. Chris tertawa kecil sebelum berkata, “Hai, Chyntia.” “Hai juga, Chris. Tadi dicariin Gina, loh,” sahut Chyntia dengan mimik centil. Gina memelototinya. Chris pura-pura tidak dengar dan tertawa kecil. “Gue ke kelas dulu, ya. Dadah,” katanya sambil masuk ke kelas 7-5, yang terletak di sebelah kelas 7-4. “Lo gila, ya?! Malu-maluin gue aja,” kata Gina sok galak. “Huahaha!!! Lagian lo berdua lucu, sih. Yang satu sok malu-malu kucing. Yang satu lagi malah berlagak nggak mudeng. Emang lo gak sadar, ya, Chris suka sama lo?” tanya Chyntia. “Yah.. sebenernya, gue juga sadar. Tapi, gue mesti gimana? Teriak-teriak di tengah koridor, gitu?” sahut Gina, sambil menyindir Chyntia, yang sering teriak-teriak di kelas. Yang disindir cengengesan. “Gue juga tahu kalau lo juga suka sama dia,” katanya dengan nada sok tau. Ditatapnya Gina. “Kita, kan, sahabatan udah sejak jaman purba. Jelas gue tau apa yang lo pikirin, Gin,” lanjutnya lugas. Gina terdiam sejenak sebelum menjawab pelan, “Sebenernya, gue emang suka sama dia. Tapi, udahlah, gak usah dibahas. Mending makan aja, yuk. Lima menit lagi bel, tuh,” katanya sambil menunjuk jam tangannya. — Seminggu kemudian. Gina berjalan memasuki sekolah dengan santai, saat tiba-tiba Cecilia, ketua kelasnya mencegatnya. “Gin, lo dipanggil Bu Pudji di ruang guru. Katanya penting tuh,” kata Cecil. “Hah? Oh, iya. Gue taro tas dulu ya. Thanks,” jawab Gina. “Yoi,” sahut Cecil. Setelah menaruh tas di kelas, Gina meluncur ke ruang guru dan menemui Bu Pudji. Chyntia belum datang, jadi Gina ke ruang guru sendirian. “Pagi, Bu. Ibu manggil saya?” tanya Gina setelah berhadapan langsung dengan Bu Pudji di ruang guru. Bu Pudji tersenyum, sebelum menjawab, “Iya. Begini, kamu ingat yang waktu itu Ibu suruh buat puisi?” Melihat Gina mengangguk, Bu Pudji melanjutkan, “Nah, waktu itu semua guru Bahasa sepakat buat nyuruh semua murid kelas 7 sampai 9 untuk menulis puisi. Puisi terbaik dipilih untuk ikut Festival Puisi. Yang terpilih itu punya kamu. Ibu juga udah tempel puisi kamu di mading,” jelas Bu Pudji. “Tapi, Bu, puisi saya jelek. Nanti malah malu-maluin sekolah,” jawab Gina. Kening Bu Pudji berkerut, sebelum berkata, “Ah, nggak. Puisi kamu bagus, kok. Makanya terpilih.” “Tapi, kalau kalah gimana, Bu?” tanya Gina. “Jangan pesimis. Dicoba aja belum. Pikir-pikir dulu aja ya,” bujuk Bu Pudji. Dalam hatinya, beliau berharap Gina menyetujui permintaannya. Menurutnya, Gina memiliki potensi yang bagus dalam dunia puisi. “Ya udah, deh, Bu. Besok saya kasih keputusannya, ya?” tanya Gina. “Oke,” sahut Bu Pudji sambil tersenyum. “Hai, Gin. Ehm… gue lihat, di mading ada puisi lo. Terus, lo disuruh ngewakilin sekolah ikut lomba puisi, ya? Congrats, ya,” kata Chris sepulang sekolah, sambil tersenyum. “Eh, iya. Makasih ya. Tapi, kayaknya, gue gak ikut, deh,” sahut Gina. Chris mengernyit sedikit. “Loh? Emang kenapa? Puisi lo keren, tahu. Tentang sahabat sejati gitu. Dalem banget, lagi, maknanya,” katanya. “Nggak, ah. Gue takut malu-maluin sekolah. Lagian….” “Ya, lo jangan pesimis dulu lah. Dicoba aja belum,” potong Chris. “Gue yakin lo pasti bisa. Semangat, ya,” lanjut Chris sambil tersenyum menyemangati dan menatap mata Gina dalam-dalam. Gina agak salah tingkah dengan tatapan Chris dan akhirnya berkata, “Iya. Thanks, ya.” — “Nah, begitu, dong. Optimis aja! Ibu yakin kamu pasti bisa. Tapi, kalau boleh tahu, apa yang bikin kamu berubah pikiran?” kata Bu Pudji keesokan harinya. Gina tersenyum simpul. “Saya pengen nyoba aja, Bu,” jawabnya. Bu Pudji ikut tersenyum. “Ya, udah. Lombanya minggu depan, ya, hari Rabu, di SMP Nusa Jaya. Jadi, kamu belajarnya cuma dari jam kelima sampai kesembilan. Kamu tahu tempat lombanya?” Gina berpikir sejenak sebelum mengangguk. “Tahu, Bu. Saya ke kelas dulu, ya. Permisi,” katanya sambil pamit ke kelas. — Seminggu kemudian. “Gimana, Gin?” tanya Bu Pudji sekeluarnya Gina dari ruangan lomba. Gina tersenyum dan menjawab, “Baik, Bu. Semoga menang. Tapi, kalau nggak, maaf udah mengecewakan,” jawab Gina. “Iya, gak apa-apa. Yang penting kamu udah usaha,” sahut Bu Pudji. Dua jam kemudian, pemenang lomba tersebut diumumkan. Ternyata, Gina menjadi juara pertamanya. Ia sama sekali tidak menyangka. Dengan gembira, ia maju ke depan untuk mengambil hadiah. Keesokan harinya, Gina melihat foto, nama, dan kelasnya terpampang di mading. Di sana tertulis bahwa ia telah menjuarai Festival Puisi dan Syair, serta mewakili sekolah menuju ke tingkat selanjutnya, yaitu tingkat provinsi. Semua anak dan para guru menyelamatinya, terlebih Chyntia. Ia melompat-lompat dan memeluk Gina dengan heboh. Ia juga menggoda Gina saat Chris datang memberi ucapan selamat. Empat bulan kemudian… “Haduh.. apaan, sih, nih sekolah. Pake ada acara tuker-tukeran cokelat segala. Gak jelas banget, deh! Pake ada program secret admirer segala, lagi! kalau mau PDKT, ya langsung lah! Cupu kalau pake jasa secret admirer. Gak jantan!” omel Chyntia. Gina memutar bola matanya. Ia bosan mendengar keluhan Chyntia soal perayaan valentine di sekolah yang menurut Chyntia gak penting. Saat itu, mereka sedang duduk-duduk di taman sekolah sambil menunggu bel masuk. Mengenai perlombaan yang diikuti Gina, lomba itu sudah selesai. Gina hanya menjadi juara tiga di tingkat provinsi. Jadi, ia tidak berhak untuk mengikuti lomba tingkat nasional. Tapi, Gina tetap senang dan bersyukur. Bisa masuk ke tingkat provinsi aja udah sangat menyenangkan untuknya. Tiba-tiba, Chyntia berkata, “Gin, gue duluan, ya! Mau ke kelas dulu, nih!” “Loh? Kenapa? Ayo, deh,” sahut Gina sambil beranjak bangkit dari kursi taman yang ia duduki. “Eh, eh, eh, gak usah! Lo harus di sini! Awas, kalau ke mana-mana!” ancam Chyntia. Dan sebelum Gina memprotes lagi, Chyntia berlari meninggalkannya sendiri. Gina menatap kepergian sahabat karibnya dengan bingung. “Dasar, edan tuh anak,” gerutunya. Tiba-tiba… “Hai, Gin,” sapa sebuah suara tepat di belakang Gina. Gina menoleh dengan cepat dan melihat Chris berdiri di sana. Dekatnya jarak antar mereka berdua membuat Gina salting. “Eh… hai,” jawab Gina pelan. Chris tersenyum dan berkata, “Chyntia gak edan, kok. Gue yang kasih kode ke dia buat pergi tadi.” “Lah? Emang kenapa?” tanya Gina bingung. Chris terlihat salting. Mukanya merah. “Soalnya… itu…” katanya gagap. Gina mengangkat alis, menunggu kelanjutan kalimat Chris. Nggak biasanya Chris salting begini. Chris menarik napas dalam-dalam, sebelum menatap mata Gina dan melanjutkan, “Gue…. Gue sayang sama lo, Gin. Soalnya, menurut gue lo itu..” Chris terdiam sejenak, lalu melanjutkan, Gue juga gak tahu lo kenapa. Tapi. lo mau, gak, jadi pacar gue? Gina terdiam sejenak. “Gin? Kok diem? Lo… gak mau, ya? Ya, udah, deh,” kata Chris dengan wajah kuyu dan meninggalkan Gina. “Eh, tunggu!” panggil Gina, saat Chris mulai berjalan pergi. Ia berlari kecil menyusul Chris. “Gue belum bilang apa-apa, loh. Emangnya, lo gak penasaran sama jawaban gue?” tanyanya sambil tersenyum. Chris menatapnya bingung. Sebelum ia sempat berkata-kata, ia mendengar Gina berkata, “Gue… gue mau,” dengan suara pelan, lalu mengangkat wajahnya dan tersenyum menatap Chris. Chris tersenyum dan meraih kedua tangan Gina, lalu menggenggamnya. Ia berbisik, “Thanks.” Wajahnya semakin mendekati wajah Gina. Gina memejamkan matanya. Tiba-tiba… “Cieeeee!!!! Akhirnya kalian resmiiii!! Traktirrrr!!” teriak sebuah suara cempreng, yang muncul dari balik sebuah pohon tak jauh dari tempat Gina dan Chris berdiri. “Chyntia?! Katanya, lo ke kelas!!” seru Gina. Mukanya sangat merah. Sementara, muka Chris juga nggak kalah merahnya. Chyntia cengengesan dan berkata tanpa dosa, “Feeling gue, bakal ada kejadian penting di sini. Makanya, gue sengaja ngintip. Udah, ya, gue mau mewartakan berita sukacita ini ke seluruh sekolah dulu. Dah.. Jangan lupa Traktir,” katanya, lalu berlari meninggalkan Chris dan Gina. Gina dan Chris saling tatap sebelum akhirnya kompak berteriak. “CHYNTIA!!!!!” Cerpen Karangan Dhea Kartika Facebook Dhea Kartika Dhea saat ini berusia 14 tahun. Hobi menulis puisi dan cerpen. Cerpen Menggapai Mimpi merupakan cerita pendek karangan Dhea Kartika, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Dia Oleh Sri Ambar Sejujurnya aku ingin mengatakan apa yang saat ini aku rasakan. Apa yang harus kulakukan ketika diri ini merasakan rasa cinta yang dalam kepada seseorang. Yaitu kakak kelasku yang bernama Me and Devil Oleh Lidya Silaban Hari ini giliran Ino yang kebersihan kelas, dan dibantu dengan teman-teman yang lainnya juga. “Ino, tolong bersihkan penghapus papan tulis itu†kata temannya sambil menunjukan telak penghapus papan tulis. Kenapa Aku Berbeda Part 1 Oleh Zainur Rifky Adzan shubuh berkumandang. Seperti biasanya, Bundaku membangunkanku dengan kasih sayang dan ketegasannya. “Nak, ayo bangun. Sudah Aku pun terbangun dan melihat Bunda dan Kakak sudah siap untuk sholat. Moranica Oleh Alli Nur Magribi Nama aku Ali Alli Nur Magribi. Aku punya temen namanya Andzar, dia tuh baik dan orangnya kalem. Suatu hari dia ngajak aku buat pergi ke toko buku gramedia yang The Relationship Oleh Septiana Azizah Perkenalkan namaku Revita Febrianty, teman-temanku biasanya memanggilku Rere. Aku adalah siswa kelas XI dari SMAN 1 Kotabaru. Aku memiliki dua orang sahabat, yaitu Lala, Dina dan Eky. Merekalah teman-teman “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?†"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"
Daftar isi1. Film Perawan Desa2. Kembang Kertas3. Ramadhan dan Ramona4. Dr. Karmila5. Bayang-bayang Kelabu6. Sepasang Merpati7. TelegramSastrawan Putu Wijaya memiliki nama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Putu Wijaya lahir di Puri Anom Tabanan, 11 April 1944 yang tahun ini berusia 77 tahun. Putu Wijaya dikenal sebagai sastrawan serba bisa, ia adalah seorang pelukis, penulis drama, cerpen, esai, skenario film, novel dan scenario Wijaya merupakan anak bungsu dari lima saudara seayah dan tiga saudara seibu. Putu Wijaya lahir dari pasangan I Gusti Ngurah Raka dan Mekel Ermawati. Kecintaan Putu Wijaya pada dunia sastra sudah terlihat sejak ia masih muda. Tulisan pertamanya ialah sebuah cerpen berjudul “Etsa” yang akhirnya dimuat di Harian Suluh Indonesia, Bali. Wijaya sempat tampil dalam pementasan Teater Populer kemudian bergabung dengan Teater Mandiri yang didirikan pada tahun Wijaya telah menulis sekitar 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esai, artikel lepas, kritik drama, skenario film dan sinetron. Sejak memimpin Teater Mandiri tahun 1971, Putu Wijaya telah mementaskan berbagai lakon baik di dalam maupun luar negeri. Sebagai seorang penulis skenario Putu Wijaya telah dua kali meraih penghargaan Piala Citra di Festival Film Indonesia FFI. Sejumlah karya Putu Wijaya bahkan diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing seperti Belanda, Inggris, Rusia, Perancis, Jepang, Arab dan Thailand. Berikut pembahasan mengenai beberapa karya terkenal Putu Film Perawan DesaPerawan Desa adalah film yang dirilis pada tahun 1980 dengan disutradarai oleh Frank Rorimpandey. Film ini sebenarnya merupakan rekonstruksi dari peristiwa nyata yang menimpa seorang gadis desa yang bernama Sum Kuning. Peristiwa yang menimpa Sum Kuning terjadi sepuluh tahun sebelumnya. Dalam film diceritakan bahwa Sum Kuning adalah seorang gadis desa belia penjual telur. Dikatakan pada tahun 1970 Sum Kuning mengalami tindak asusila berupa pemerkosaan yang dilakukan oleh anak dari seorang tokoh ini menjadi berita besar yang berkembang di masyarakat kala itu. Hal itu karena kesulitan yang dialami oleh pihak penegak hukum dalam membongkar kasus tersebut. Karena suatu paksaan dan suap, Sum Kuning tidak melaporkan hal tersebut. Kemudian kejadian berbalik karena Sum Kuning dipaksa mengaku bahwa semua yang ia katakana adalah kebohongan demi mencari popularitas. Seorang tukang bakso keliling pun menjadi kambing hitam dan dipaksa untuk mengakui dirinya sebagai ini awalnya diberi judul Balada Sum Kuning namun karena protes dari beberapa pihak di Yogya, akhirnya judulnya diganti berjudul Perawan Desa. Pada akhir film ini diceritakan bahwa akhirnya Sum Kuning dibebaskan dan para pemerkosanya Kembang KertasKembang Kertas merupakan film Indonesia yang disutradarai oleh Slamet Rahardjo dan diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Putu Wijaya. Film Kembang Kertas meraih penghargaan dalam Piala Citra sebagai Film Terbaik dan Sutradara Terbaik pada Festival Film Indonesia tahun ini berfokus pada Prabowo yang pada film ini diperankan oleh Zaenal Abidin. Prabowo beserta istri dan kedua orang putrinya. Keluarga Prabowo adalah keluarga berada yang tinggal di rumah mewah hingga akhirnya nasib mereka tiba-tiba berubah dan harus pindah ke rumah susun. Hal ini dikarenakan Prabowo yang didorong oleh istrinya untuk melakukan bisnis berbahaya yang kemudian gagal dan membuat dirinya dijebloskan ke penjara. Kemudian datanglah Wahyuni, rekan Prabowo untuk membantu dan membebaskannya. Wahyuni ada janda yang menaruh hati pada sosok ini merupakan film dengan tema yang sederhana dan mengangkat masalah keluarga yang lumrah ditemui di Ramadhan dan RamonaFilm ini merupakan film komedi yang disutradarai oleh Chaerul Umam dan dirilis pada tahun 1992. Film ini diperankan oleh pasangan Djamal Mirdad sebagai Ramadhan dan Lydia Kandou sebagai Ramona serta Sylvana Herman sebagai para pemeran utama. Film ini meraih lima Piala Citra pada Festival Film Indonesia tahun ini mengisahkan tentang anak orang kaya yang mencari jati diri. Ialah Ramona yang menyelami kehidupan rakyat kecil dan Ramadhan putra bangsawan Malaysia yang bekerja sebagai pegawai biasa. Mereka kemudian saling jatuh hati dan mengetahui latar belakang masing-masing. Ramona awalnya menolak namun Ramadhan terus ini berakhir dengan bahagia dan di dalam film diselipkan berbagai intrik kehidupan seperti wanita hamil yang ditinggal pacarnya dan perlakuan tidak adil dalam dunia Dr. KarmilaDr. Karmila adalah film yang disutradarai oleh Nico Pelamonia dan mendapat nominasi sutradara dan aktris terbaik dalam FFI tahun ini mengisahkan tentang mahasiswa kedokteran yang sudah bertunangan bernama Karmila. Pada suatu pesta Karmila terjebak dan diperkosa seorang pria bernama Feisal. Karmila akhirnya menikah dengan Feisal dengan syarat akan bercerita ketika anaknya lahir dan cukup umur. Ketika waktunya tiba, Karmila hendak berangkat ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan dan mendapat kabar bahwa anaknya sakit. Karmila kemudian kembali dan hatinya luluh pada sang anak. Karmila kemudian menetap, menolak mantan tunangannya dan menjadi istri dan ibu yang baik bagi Feisal dan Bayang-bayang KelabuFilm ini dirilis pada tahun 1979 dan disutradarai oleh Frank Rorimpandey. Bercerita mengenai keluarga Duta Besar yang kembali ke Indonesia. Keluarga ini terdiri ayah, ibu dan tiga orang anak. Semuanya memiliki masalah masing-masing yang membuat mereka sulit menjalani kehidupan dengan normal. Namun pada akhirnya semua tokoh kembali pada kenyataan Sepasang MerpatiPutu Wijaya berperan sebagai sutradara dalam film yang diangkat dari novel asing berjudul “You and Me, Baby”. Bercerita mengenai Joko dengan ekonomi yang tidak mampu dan Lana yang hidup dalam kekayaan keluarga. Mereka saling jatuh cinta. Joko hidup dengan menulis lagu dan kemudian menjadi sukses serta kaya raya, sedangkan Lana meninggalkan kekayaan keluarga dan hidup secara TelegramTelegram merupakan novel karya Putu Wijaya yang diterbitkan tahun 1973. Novel ini dikatakan menjadi pionir penggabungan cerita fantasi dan kehidupan nyata. Novel ini hendak mengemukakan ketegangan antara kenyataan dan khayalan dan suatu hal yang tidak dapat terelakan yaitu kematian.
cerpen mimpi karya putu wijaya